A.
PENDAHULUAN
Jumlah
penduduk Indonesia yang pada tahun 2020 diproyeksikan akan mencapai 271,1 juta
jiwa, membutuhkan jumlah penyediaan pangan yang cukup besar dengan kualitas yang
lebih baik. Selain itu, meskipun peningkatan pendapatan masyarakat menyebabkan
konsumsi beras per kapita yang cenderung menurun, jumlah konsumsi beras agregat
nasional masih akan meningkat sebagai akibat dari peningkatan jumlah penduduk
tersebut. Di dalam kurun waktu lima tahun ke depan (2015-2019), konsumsi beras
per kapita diproyeksikan akan menurun rata-rata 0,87 persen per tahun, namun
jumlah konsumsi beras nasional masih akan meningkat rata-rata 0,35 persen per
tahun. Selanjutnya, jumlah permintaan pangan selain beras yaitu buah-buahan dan
sayuran segar, sumber protein hewani (daging, telur, dan ikan), dan pangan
olahan juga meningkat. Selain itu, pada sisi konsumsi juga masih terjadi
kerawanan pangan di masa-masa tertentu dan masih banyak masyarakat yang
menderita kekurangan gizi/nutrisi. Karena itu, di dalam kurun waktu lima tahun
ke depan (2015-2019) perlu menyiapkan langkah-langkah strategis, nyata dan
konsisten di dalam upaya menyediakan pangan bagi seluruh penduduk Indonesia,
baik dalam jumlah yang cukup maupun kualitas gizi/nutrisi yang lebih baik.
Salah satu upaya penyediaan pangan yang dimaksud adalah peningkatan kapasitas
produksi di dalam negeri yang dapat memperkuat ketahanan pangan untuk mencapai
kedaulatan pangan.
Kedaulatan
pangan tercermin pada kekuatan untuk mengatasi masalah dan mencukupi kebutuhan
pangan secara mandiri, yang perlu didukung dengan: (1) Ketahanan pangan,
terutama kemampuan mencukupi pangan dari produksi dalam negeri; (2) Pengaturan
kebijakan pangan yang dirumuskan dan ditentukan oleh bangsa sendiri; dan (3)
Kemampuan melindungi dan menyejahterakan produsen pangan, terutama petani dan
nelayan.
B.
SASARAN
PRODUKSI PANGAN 2019
Salah
satu sasaran utama prioritas nasional di bidang pangan periode 2015-2019 untuk
tetap meningkatkan dan memperkuat kedaulatan pangan adalah tercapainya
peningkatan ketersediaan pangan yang bersumber dari produksi di dalam negeri,
yaitu sebagai berikut: (1) Produksi padi diutamakan ditingkatkan dalam rangka
swasembada agar kemandirian dapat dijaga; (2) Produksi jagung ditargetkan untuk
memenuhi kebutuhan keragaman pangan dan pakan lokal; (3) Produksi kedele
diutamakan untuk mengamankan pasokan pengrajin dan kebutuhan konsumsi tahu dan
tempe; (4) Produksi gula dalam negeri ditargetkan untuk memenuhi konsumsi gula
rumah tangga; (5) Produksi daging sapi untuk mengamankan konsumsi di tingkat
rumah tangga; (6) Produksi ikan untuk mendukung penyediaan sumber protein asal
hewan yang ditargetkan sebesar 18,7 juta ton pada tahun 2019; dan (7) Produksi
garam ditargetkan untuk memenuhi konsumsi garam rumah tangga.
Pada
tahun 2019, sasaran produksi pangan adalah sebagai berikut: (1) Padi 82,0 juta
ton; (2) Jagung 24,1 juta ton; (3) Kedelai 1,92 juta ton; (4) Gula konsumsi 3,8
juta ton; (5) Daging sapi 755,1 ribu ton; (6) Ikan 18,7 juta ton; dan (7) Garam
3,3 juta ton.
C.
PERMASALAHAN
FUNDAMENTAL PRODUKSI PANGAN SAAT INI
1.
Dominasi Skala Usaha
Sempit
2.
Konversi Lahan Sawah
Beririgasi Teknis
3.
Produktivitas Tanaman
Padi Sulit Meningkat
4.
Keterlibatan Swasta
Dalam Memproduksi Padi Masih Sangat Terbatas
5.
Pola Produksi Pertanian
Belum Ramah Lingkungan dan Perubahan Iklim
6.
Inovasi Teknologi Pasca
Panen Masih Lambat
7.
Kecukupan Pasokan Gula
Konsumsi Produksi Domestik Belum Aman
8.
Produksi Daging Sapi
Asal Dalam Negeri Belum Mencukupi Kebutuhan
9. Layanan
Irigasi Belum Optimal
D.
STRATEGI
PENINGKATAN KAPASITAS PRODUKSI PANGAN LIMA TAHUN KE DEPAN (2015-2019)
Pertanian
Sumber Pangan
1. Lahan sawah beririgasi
teknis secara bertahap perlu diamankan yang didukung dengan pengendalian
konversi dan perluasan areal sawah baru seluas 1 juta ha di luar Pulau Jawa.
Lahan-lahan yang dapat dimanfaatkan untuk dijadikan sawah adalah lahan
terlantar, lahan marjinal, lahan di kawasan transmigrasi, lahan perkebunan
dengan sistem tumpang sari, dan lahan bekas pertambangan. Untuk itu, diperlukan
seleksi lahan di lokasi-lokasi yang memungkinkan untuk pencetakan sawah baru
dengan sistem irigasi teknis. Ini berarti bahwa calon-calon lokasi sawah itu
harus mempunyai sumber-sumber air yang sangat memadai untuk mengairi lahan sawah
yang luasnya bisa ratusan hingga ribuan hektare per wilayah pencetakan sawah.
2. Peningkatan
produktivitas tanaman padi melalui: (a) Peningkatkan efektivitas dan
konektivitas jaringan irigasi dengan sumber air (waduk, sungai, mata air, dll)
serta pembangunan jaringan baru, termasuk juga jaringan irigasi untuk tambak
ikan dan garam; (b) Revitalisasi sistem perbenihan nasional dan daerah yang
melibatkan lembaga litbang, produsen benih (BUMN dan Swata), Balai Benih, dan
masyarakat penangkar benih melalui pencanangan 1.000 desa berdaulat benih; (c)
Penyediaan benih unggul dan pupuk bersubsidi dengan perencanaan yang matang
agar tepat sasaran (sesuai dengan kebutuhan petani); (d) Revitalisasi sistem
dan kelembagaan penyuluhan untuk meningkatkan efektifitas layanan dalam rangka
penerapan teknologi spesifik lokasi serta perbaikan metode penentuan sasaran
dukungan/subsidi pada kegiatan produksi padi dan tanaman pangan lain; (e)
Pemulihan kualitas kesuburan lahan sawah yang air irigasinya tercemar oleh limbah
industri dan rumah tangga; dan (f) Pengembangan 1.000 desa pertanian organik.
3. Pengembangan produksi
padi/beras oleh perusahaan swasta, terutama dengan mendayagunakan BUMN pangan.
Selama ini perusahaan swasta lebih tertarik pada 13 kegiatan produksi komoditas
perkebunan dan hortikultura, dan produksi benih unggul (jagung dan sayuran)
tetapi kurang tertarik pada produksi padi. Demikian pula, perusahaan BUMN lebih
tertarik pada kegiatan produksi disektor hulu, seperti produksi pupuk dan benih
(utamanya padi dan jagung). Karena itu, para investor perlu diberikan fasilitas
fiskal misalnya pembebasan pajak sementara (tax holiday) selama fase belum
berproduksi dan keringanan pajak (tax allowance) selama fase produktif.
Disamping itu juga perlu proses perijinan lokasi dan perijinan usaha lebih
sederhana, cepat dan tidak ada pungutan ilegal.
4. Pola produksi padi dan
tanaman pangan lain harus dikembangkan sehingga ramah lingkungan dan mampu
mengantisipasi dan mengadaptasi diri terhadap perubahan iklim. Pola produksi
yang ramah lingkungan dapat dibangun melalui penerapan produksi organik (antara
lain penggunaan pupuk dan pestisida organik), bibit spesifik lokasi bernilai
tinggi, dan hemat air. Sementara antisipasi dan adaptasi terhadap perubahan
iklim dapat dilakukan dengan penyesuaian jadual tanam berdasarkan ramalan cuaca
dan penggunaan varietas-varietas padi unggul yang tahan kekeringan atau tahan
genangan air dalam waktu lama.
5. Kebijakan yang mampu
menciptakan sistem inovasi nasional dalam upaya perbaikan teknologi dan
manajemen budidaya dan penanganan pasca panen padi. Inovasi teknologi dan
manajemen budidaya diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi
usahatani (Good Agricultural Practices/GAP). Penggunaan traktor tangan dan
mesin penanam dengan skala yang tepat dapat mengurangi waktu dan biaya
penyiapan lahan dan penanaman padi. Sementara penanganan pasca yang lebih baik
diperlukan untuk mengurangi susut panen dan kehilangan hasil (Good Post Harvest
Handling Practices/GPHP). Peningkatan penyediaan alat/mesin perontok yang dapat
bergerak bebas (mobile thesher) dapat mengurangi kehilangan hasil. Demikian
pula penggunaan mesin penggiling padi dengan daya sosoh yang baik akan dapat
meningkatkan mutu beras yang dihasilkan.
6.
Untuk pengamanan
produksi gula konsumsi dapat dilakukan melalui: (a) Peningkatan produktivitas
dan rendemen tebu masyarakat dengan menggunakan bibit unggul baru dan cara
pemeliharaan yang benar sesuai dengan anjuran (jarak tanam, pemupukan,
penyiangan, pengairan, pengendalian hama/penyakit, pengletekan daun kering,
dll); (b) Keprasan tidak lebih dari 3 kali; (c) Umur panen yang tepat sesuai
dengan sifat genetik tanaman tebu (ada yang masak cepat, normal, dan lambat);
(c) Cara panen tebu yang tepat; (d) Revitalisasi pabrik gula tua utamanya milik
PTPN; dan (e) Pembangunan pabrik gula baru berikut perkebunan tebunya
(pendirian pabrik gula baru tanpa kebun 14 tebu harus dilarang karena akan
menyebabkan timbulnya perebutan tebu antara pabrik lama dan pabrik baru).
7. Peningkatan produksi
daging sapi dan non-sapi di dalam negeri melalui: (a) Penambahan populasi bibit
induk sapi dari impor dan fasilitasi usaha pembiakan dengan pemberian Kredit
Usaha Pembibitan Sapi (KUPS); (b) Pengembangan kawasan peternakan dengan
mendorong investasi swasta dan BUMN dan peternakan rakyat non sapi; (3)
peningkatan kapasitas pusat-pusat pembibitan ternak untuk menghasilkan
bibit-bibit unggul, penambahan bibit induk sapi, penyediaan pakan yang cukup
termasuk sistem ternak terpadu dengan komoditi pertanian (crop-livestock
system), pengembangan padang penggembalaan, pengendalian pemotongan ternak sapi
betina produktif, serta penguatan sistem pelayanan kesehatan hewan nasional
untuk pengendalian penyakit, khususnya zoonosis.
8. Peningkatan produksi
tanaman pangan lainnya (jagung, ubi-ubian dan kacangkacangan) dan hortikultura
(buah-buahan dan sayuran) melalui perluasan areal tanam termasuk di lahan
kering seluas 1 juta ha di luar Pulau Jawa dan Bali. Disamping itu juga perlu
peningkatan produktivitas tanaman terutama jagung, kedelai, cabai, dan bawang
merah yang mampu beradaptasi terhadap kondisi iklim yang berubah-ubah. Untuk
itu, pemerintah perlu menyediakan lahan-lahan yang dimaksud serta teknologi dan
input yang diperlukan (benih, pupuk, dll).
9. Peningkatan akses
petani terhadap sumber-sumber pembiayaan bersubsidi seperti KKP-E dan KUPS
melalui pemberian kemudahan prosedur bagi petani, penyediaan jaminan risiko dan
pembayaran subsidi bunga yang tepat waktu oleh pemerintah kepada bank penyalur
serta pendirian bank untuk pertanian, UMKM dan Koperasi.
10. Penciptaan
daya tarik sektor pertanian bagi petani/tenaga kerja muda melalui peningkatan
investasi dalam negeri di pedesaan terutama dalam industrialisasi dan
mekanisasi pertanian. Tenaga kerja muda lebih tertarik untuk bekerja di bidang
agroindustri dan mekanisasi pertanian karena disamping dapat menaikkan gengsi
juga dapat memperbaiki pendapatan mereka. Agroindustri yang dibangun tentu saja
adalah 15 yang menggunakan bahan baku lokal, bukan dari impor, agar terjadi
kaitan yang erat antara agroindustri tersebut dengan pertanian lokal sehingga
mempunyai pijakan yang kuat. Agroindustri yang bahan bakunya diimpor tidak
mempunyai pijakan kaki yang kuat (footloose industry) sehingga mudah goyah jika
ketersediaan bahan baku impor tersebut menjadi langka atau harganya sangat
mahal. Pelatihan-pelatihan tentu saja diperlukan agar tenaga kerja muda
pedesaan yang direkrut, baik laki-laki maupun perempuan, dapat bekerja secara
baik pada kegiatan agroindustri tersebut.
11. Penciptaan
inovasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas komoditas pertanian terutama
melalui kerjasama antara Swasta, Pemerintah dan Perguruan Tinggi. Perusahaan
swasta dan Perguruan Tinggi mempunyai potensi sangat besar dalam invovasi
teknologi. Untuk benih jagung, perusahaan swasta seperti PT Bisi, PT Pioneer,
dan PT Charoen Pokphan telah menghasilkan benih jagung hibrida dan komposit
dengan produktivitas tinggi sehngga kontribusi produktivitas lebih tinggi
dibanding kontribusi areal panen dalam pertumbuhan produksi. Perusahaan-perusahaan
MNC juga telah berperan penting dalam pengembangan industri perunggasan dalam
menghasilkan daging dan telur ayam ras. Perguruan Tinggi, yang salah satu Matra
dari Tri Matranya adalah Penelitian (Riset), maka potensi kontribusinya perlu
diperhitungkan. Lembaga-lembaga riset nasional seperti Litbang Pertanian, LIPI,
dan BPPT juga mempunyai peran sangat penting dalam inovasi teknologi. Namun
aspek penting yang perlu diperhatikan adalah daya terap (applicability)
teknologi yang dihasilkan itu di lapangan oleh para pengguna teknologi,
utamanya petani, peternak, dan nelayan.
12. Pengembangan kawasan sentra produksi komoditas
pertanian unggulan yang diintegrasikan dengan model pengembangan Techno Park
dan Science Park3 , dan pasar tradisional serta terhubung dengan tol laut.
Techno Park dan Science Park yang disebut juga Science and Technology Park,
sudah berkembang di berbagai negara. Di Indonesia sudah ada antara lain Bandung
Techno Park (Bandung Science Center) dan Solo Techno Park (Solo Science Center).
Ini berfungsi sebagai tempat untuk belajar mengenal teknologi dan ilmu
pengetahuan oleh berbagai pihak (siswa/ mahasiswa, guru/dosen, PNS, petani, dan
pelaku usaha lainnya) sehingga kompetensi SDM mereka menjadi lebih baik untuk
meningkatkan daya saing. Pasar-pasar tradisional perlu lebih banyak dibangun
untuk menampung hasil-hasil petani dan nelayana. Konektivitas sentra produksi
pertanian denganTol Laut menajdi sangat penting agar pemasaran ke pusat-pusat
konsumen menjadi lebih lancar.
13. Penguatan
sistem keamanan pangan melalui perkarantinaan dan pengendalian zoonosis. Bahan
pangan yang dikonsumsi oleh masyarakat harus terbebas dari bakteri, jamur dan
kontaminasi bahan kimia yang berbahaya bagi kesehatan manusia. Bahan makanan
termasuk tanaman dan ternak hidup yang diimpor harus terbebas dari hama dan
bibit penyakit sehingga tidak menular ke wilayah Indonesia. Pencegahan
penularan hama/penyakit tanaman dan penyakit hewan dari daerah yang satu ke
daerah yang lain juga perlu dilakukan. Untuk itu perkarantinaan dan
pengendalian penyakit zoonosis (anthrax, PMK, dll) yang dilengkapi dengan
peralatan yang memadai dan SDM yang berkompetensi tinggi sangat diperlukan,
baik untuk tanaman/hewan/komoditas yang diperdagangkan secara internasional
maupun domestik.
14. Peningkatan
layanan jaringan irigasi untuk peningkatan intensitas pertanaman dan
produktivitas padi, melalui: a. Peningkatan fungsi jaringan irigasi yang
mempertimbangkan jaminan ketersediaan air, dan memperhatikan kesiapan petani
pengguna baik secara teknis maupun kultural, serta membangun daerah irigasi
baru khususnya di luar pulau Jawa. b. Rehabilitasi 3 juta ha jaringan irigasi
rusak dan 25 bendungan rusak terutama pada daerah sentra produksi padi dan
mendorong keandalan jaringan irigasi kewenangan daerah melalui penyediaan Dana
Alokasi Khusus (DAK) serta bantuan pengelolaan dari pemerintah pusat. c.
Optimalisasi layanan irigasi melalui operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi
dari hulu sampai hilir. e. Peningkatan peran petani secara langsung dalam
perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan daerah irigasi termasuk operasi dan
pemeliharaan, antara lain melalui sistem out-contracting. f. Peningkatan
efisiensi pemanfaatan air irigasi dengan teknologi pertanian hemat air seperti
System of Rice Intensification/SRI, pengembangan konsep pemanfaatan air limbah
yang aman untuk pertanian dan penggunaan kembali air buangan dari sawah (water
re-use). g. Internalisasi pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi
partisipatif (PPSIP) dalam dokumen perencanaan daerah. h. Pengelolaan lahan
rawa berkelanjutan yang dapat mendukung peningkatan produksi padi secara
berkelanjutan dengan meminimalkan dampak negatif dari kegiatan pengelolaan
tersebut terhadap kelestarian lingkungan hidup.
E.
PENUTUP
Kemandirian pangan
akan terwujud jika swasembada pangan tercapai. Jika swasembada dan kemandirian
pangan tercapai, maka ketahanan pangan akan kuat. Setelah itu, maka kedaulatan
pangan akan menjadi mantap. Untuk itu, Pemerintah secara politik harus lebih
serius untuk mewujudkannya melalui penyiapan anggaran yang memadai untuk
mendukung implementasi berbagai program terkait. Instansi-instansi yang terkait
dengan pencapaian kedaulatan pangan harus bersatu-padu dan terkoordinasi di
dalam perencanaan dan pelaksanaan program-program dan kebijakannya, yang
mengacu pada Dokumen RPJMN RI 2015-2019 yang disusun Bappenas sebagai
penjabaran dari Visi-Misi Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Ke depan tidak ada lagi kementerian yang membuat visi-misi secara
sendiri-sendiri seperti pada pemerintahan sebelumnya selama era reformasi.